Dalam fotografi, pencahayaan
atau Exposure merupakan teknik atau seni dalam mencari keseimbangan
antara volume cahaya yang melalui sebuah lensa dengan durasi waktu yang
diperlukan untuk mampu menghasilkan gambar pada sebidang bahan peka cahaya,
yang pada kamera DSLR disebut dengan sensor.
Ada tiga unsur yang menentukan exposure
pada sebuah gambar, yaitu Bukaan Diaphragma (f), Kecepatan Shutter (Shutter
Speed/Rana), dan Kepekaan Sensor (dengan satuan ISO).
Ilustrasi mudahnya mungkin seperti
ini,
Jika kita ingin mengisi ember dengan
air dari kran, maka jika kita ingin ember cepat penuh berarti kran harus di
buka sebesar mungkin (max), akan tetapi jika kita membuka kran air tidak
maksimal maka ember membutuhkan waktu yang lebih lama untuk dipenuhi air,
bukan?
Begitupun juka kita menggunakan
ukuran ember yang berbeda. Jika embernya kecil, tentu akan cepat penuh, tetapi
jika embernya besar, tentu saja akan butuh waktu lebih lama untuk penuh.
Dari ilustrasi di atas, bisa kita
analogikan bahwa bukaan kran sama dengan bukaan diaphragma (f),
kecepatan pengisian ember adalah shutter speed (rana), dan besar
kecilnya ember adalah kepekaan sensor (ISO).
Semakin lebar bukaan diaphragma
berarti semakin besar juga volume cahaya yang melalui lensa dan mencapai
sensor.
Kecepatan shutter (rana)
menetukan berapa lama diaphragma terbuka untuk dilalui cahaya. Sehingga semakin
cepat rana, berarti semakin singkat durasi cahaya melewati diaphragma untuk
menuju sensor.
Semakin peka/sensitive sensor (yang
ditunjukkan dengan tingginya nilai ISO) atau ember semakin kecil, maka semakin
cepat juga terisi penuh. Artinya semakin tinggi ISO semakin pendek durasi yang
diperlukan sensor untuk dapat menghasilkan gambar.
Well Exposure
Under Exposure (UE)
Adalah kondisi dimana gambar yang
dihasilkan Nampak lebih gelap dibandingkan dengan objek sebenarnya. Hal ini
dapat dimungkinkan karena
- f yang terlalu kecil
- Rana yang terlalu tinggi/cepat
- ISO yang terlalu rendah
Under Exposure
Over Exposure (OE)
Adalah kondisi dimana gambar yang
dihasilkan nampak lebih terang dibandingkan dengan objek sebenarnya. Hal ini
dapat dimungkinkan karena
- f yang terlalu lebar
- Rana yang terlalu rendah/cepat
- ISO yang terlalu tinggi
Over Exposure
Berikut adalah beberapa acuan yang
mungkin bisa dijadikan pertimbangan (terutama bagi pemula fotografi seperti
saya hehehehe)
Kondisi Outdoor (dengan kecepatan
1/ISO)
Sunny (Matahri Cerah ) f16
Berawan f11
Langit Putih (overcast) f8
Objek di Bawah Bayangan f5,6
Teori Pencahayaan II (Kondisi
Tidak/Kurang Ideal)
A. Kapan light meter
“tertipu”?
I. Kondisi Pencahayaan Sulit
Contohnya:
- Latar Belakang Terlalu Gelap
Misalnya saat kita akan memotret
pertunjukan panggung dimana, pemain/tokoh panggung bermandikan cahaya,
sedangkan latar belakangnya nyaris gelap total.
Apabila kita sekedar mengikuti
“petunjuk” dari light meter yang terdapat pada kamera, maka kemungkinan yang
terjadi adalah hasil gambar yang over exposure dan blurr.
Kenapa?
Latar belakang (Background)
yang gelap akan membuat pengukur cahaya berasumsi bahwa obyek kekurangan cahaya
sehingga dia akan memilih kecepatan shutter yang lambat (Rana lambat)
sehingga terjadi over exposure dan karena gambar yang bergerak dan/atau kamera
yang tidak stabil (karena kecepatan rendah dan tidak ditunjang dengan tripod,
atau penjaga kestabilan yang lain) maka akan teradi gambar “blurr”
- Latar Belakang Terlalu Terang
Dengan kondisi yang contrast dengan
ilustrasi di atas, dimana latar belakang jauh lebih terang dibandingkan dengan
obyeknya sendiri, maka yang terjadi adalah hasil foto yang under exposure.
Kenapa?
Latar belakang (Background)
yang terlalu terang akan membuat pengukur cahaya berasumsi bahwa obyek
berlebihan cahaya sehingga dia akan memilih kecepatan shutter yang cepat (Rana
cepat) sehingga terjadi under exposure.
II. Warna Dominan Pada
Latar Belakang
Contohnya:
- Warna Latar Belakang Hitam
Pada obyek dengan latar belakang
dominan dengan warna hitam atau warna-warna gelap lainnya. Yang terjadi hasil
fotonya tidak jauh beda dengan hasil foto dengan latar belakang terlalu gelap.
Perbedaannya hanya pada latar belakang terlalu gelap tidak mendapatkan cahaya
yang sebanding dengan obyek. Sedangkan warna latar belakang dominan
hitam/warna-warna gelap lainnya memiliki paparan cahaya yang sama dengan
obyeknya.
- Warna Latar Belakang Putih
Pada obyek dengan latar belakang
dominan dengan warna putih atau warna-warna terang lainnya. Yang terjadi hasil
fotonya tidak jauh beda dengan hasil foto dengan latar belakang terlalu terang.
Perbedaannya hanya pada latar belakang terlalu terang mendapatkan cahaya yang
berlebih dibanding dengan cahaya yang diterima obyek. Sedangkan warna latar
belakang dominan putih/warna-warna terang lainnya memiliki paparan cahaya yang
sama dengan obyeknya.
B. Pola Pengukuran Light Meter
- Center weighted
Merupakan pola pembebanan terpusat
dimana sensitivitas light meter dipusatkan ditengah-tengah bidang pandang
pada viewfinder dan menyebar hingga ke pinggir gambar.
Cara gampang mengetahui apakah
kamera kita memiliki pola pengukuran seperti ini adalah dengan mengarahkan
kamera ke arah sumber cahaya tunggal (misalnya lampu) lalu gerakkan ke kiri dan
ke kanan perlahan-lahan. Bila indicator pengukuran di dalam viewfinder
berubah secara perlahan, berarti kamera kita memiliki pola pengukuran cahaya
seperti ini.
-
Lebih mudah digunakan dan dipahami
-
Tidak begitu efektif dalam kondisi pencahayaan yang sulit
2. Spot
Merupakan pola yang membatasi daerah
sensitifnya hanya di tengah-tengah bidang pandang viewfinder.
Cara gampang mengetahui apakah
kamera kita memiliki pola pengukuran seperti ini adalah dengan mengarahkan
kamera ke arah sumber cahaya tunggal (misalnya lampu) lalu gerakkan ke kiri dan
ke kanan perlahan-lahan. Bila indikator pengukuran di dalam viewfinder
tidak bergerak atau hanya bergerak bila sumber cahaya persis ditengah-tengah
bidang gambar, berarti kamera kita memiliki pola pengukuran cahaya seperti ini.
- Mampu mengukur daerah yang
spesifik dari obyek
- Harus digunakan dengan lebih
teliti dan menuntut kejelian fotografer untuk menentukan bagian mana yang akan
diukur pencahayaannya.
3. Multi pattern (multi segment,
segmented, matrix, dll)
Umumnya ditemui pada kamera-kamera
dengan auto focus (AF).
Pada pengukuran dengan system ini,
bidang pandang viewfinder dibagi-bagi dalam beberapa daerah yang memberikan
data pencahayaan di daerah pengukurannya masing-masing. Setelah itu seluruh
data pengukuran dikalkulasikan agar mendapatkan kombinasi rana dan diaphragm
yang sesuai.
- Secara kuantitatif sedikit
lebih mampu memberikan hasil pengukuran yang lebih akurat
- Tidak memberikan informasi
kepad fotografer daerah pengukuran mana yang diambil sebagai acuannya.
Jika kamera kita tidak memiliki pola
pengukuran spot meter, dan kita sedang dihadapkan pada kondisi pencahayaan
sulit atau background dominan, ada beberapa cara yang bia kita lakukan untuk
memperbaiki hasil foto. Yaitu:
Close-up Reading
Caranya, dekati obyek foto hingga
memenuhi bidang pandang viewfinder dan lalu melakukan pengukuran cahaya.
Setelah itu mundur kembali dan melakukan pemotretan tanpa mengubah-ubah
kombinasi rana dan bukaan diaphragma, meskipun pengukur cahaya do dalam kamera
memberikan informasi yang berbeda dari saat kita mendekati obyek (karena sudah
terpengaruh oleh perbedaan kecerahan pada latar belakang).
Kompensasi Pencahayaan
Pada cara ini, kita hanya
menggunakan pengukur cahaya sebagai acuan untuk kemudian kta ubah sendiri rana
dan bukaan diaphragmanya.
Misalnya dalam keadaan background
gelap, pasang rana 2-3 stop dibawah pengukuran light meter. Atau dalam keadaan
background terlalu terang, pasang rana atau bukaan diaphragma sekitar 2 stop di
atas pengukuran normal.
Catatan: untuk pencahayaan sulit
seperti latar belakang yang terlalu gelap, sebaiknya tidak memodifikasi
diaphrama, dan usahakan diaphragm pada bukaan maksimal, sehingga kita hanya
memainkan rana/ shutter speed saja.
Bracketing
Maksudnya adalah mengulang-ulang
pemotretan yang sama dengan mengubah-ubah kombinasi kecepatan rana atau
diaphragma untuk mendapatkan variasi hasil pemotretan.
Ketiga teknik di atas masing-masing
ada kekurangan dan kelebihannya. Teknik mana yang hendak dipakai tergantung
kebutuhan dan kepiawaian fotografernya.
Misalnya, close-up reading lebih
mampu memberikan hasil yang akurat, tetapi teknik ini hanya bisa digunakan jika
kita mampu mendekati obyek foto untuk melakukan pengukuran. Jika kita tidak
dapat mendekati obyek foto, pilihannya adalah dengan menggunakan kompensasi
pencahayaan/spot metering/bracketing.
Efek-Efek Shutter Speed (Rana)
Shutter Speed (Rana) memiliki
pengaruh langsung terhadap efek gerak yang terekam pada hasil foto. Pada
kamera, angka sutter speed sebanding dengan kecepatan shutter. Jadi kalau
kecepataany tinggi, angka yang tertera juga semakin besar.
Misalnya sebuah mobil berkecepatan
100 km/jam, maka dalam 1 detik dia akan menempuh jarak (100.000 m : 3600 dtk)
27,78 m. itu artinya jika kita menggunakan Shutter speed 1 detik pada kamera
yang terpasang statis pada tripod, tanpa mengikuti gerak/arah laju mobil
tersebut, maka selama rana membuka, mobil tersebut telah bergerak sejauh 27,78
meter dari posisi semula, tepat pada saat rana mulai bekerja. Jadi
paling-paling kalau kita nekat memotret mobil berkecepatan 100 km/jam dengan
Rana 1 detik, yang Nampak paling banter adalah sekelebat bayangan mobil saja,
sedangkan mobilnya entah dimana.
Shutter Yang Rendah Membuat Ganbar
Bergerak terlihat Kabur/blurr
Mari kita coba dengan setting rana
yang berbeda, misalnya 1/80… artinya diaphragma hanya akan terbuka selama 1/80
detik… jadi jika dalam 1 detik mobil bergerak sejauh 27,78 meter, maka dalam
1/80 detik mobil akan bergerak sejauh (27,78 : 80) 0,34725 meter atau 34 cm.
cukup untuk membuat mobil tersebut tampak diam dalam hasil foto kita.
Shutter Yang Tinggi Bisa Membekukan
Gambar Bergerak Sehingga Terlihat Seperti Sedang Parkir hehehehe
Kecuali jka kita mengambil gambar
terlalu dekat, karena semakin dekat kita mengambil gambar, goyangan sekecil
apapun akan terekam lebih detail.. sehingga mungkin meski mobil nampa diam
tetapi roda-rodanya tampak blurr, dll.
Berbeda dengan penggunaan Shutter
Speed rendah dimana (terutama speed dibawah 1/60) tanpa stabilisator kamera
semacam tripod, meja pod, dan pod-pod lainnya, biasanya beresiko menghasilkan
foto blurr yang diakibatkan oleh goyangan kamera itu sendiri karena tidak
stabilnya kita. Meski, ada stabilisator internal di dalam kamera tetapi pada
umumnya toleransi guncangan yang diberikan tidak terlalu besar. Beberapa orang
mengaku bisa stabil sampai dengan kecepatan 1/8, tetapi mayoritas orang tidak
sestabil beberapa orang tersebut hehehehe.
Batas kecepatan rana minimum untuk
mencegah terjadinya goyangan kamera yang dapat terekam pada hasil foto (menurut
panduan umum) adalah 1/Focal Length (panjang focus lensa yang digunakan).
Jadi misalnya kita memakai lensa
300mm, maka kecepatan yang dianggap masih aman untuk mencegah kegoyangan kamera
adalah 1/300.
Tetapi dalam hal lensa dengan
kemampuan pembesaran gambar yang lebih tinggi (lensa makro), kegoyangan kamera
akan menjadi masalah yang lebih serius lagi.
Contoh, lensa makro 55mm. panjang
fokusnya mungkin akan membuat kita berpikir aman jika kita menggunakan
kecepatan 1/60. Tetapi bila pemotretan dilakukan dengan pembesaran gambar 1:1,
goyangan sekecil apapun akan sangat terlihat. Oleh karena itu dalam pemotretan
makro ada baiknya menggunakan tripod. Selain mencegah kegoyangan kamera juga
bisa kita manfaatkan untuk mendapatkan depth of field tertentu dengan
menggunakan f kecil.
Efek-Efek Bukaan Diaphragma
(Aperture)
Angka aperture pada kamera
berbanding terbalik dengan bukaan lensa. Jadi jika kita menginginkan aperture
yang besar maka set angka aperture pada angka paling kecil, dan sebaliknya.
Depth of Field
Singkatnya, diaphragma yang mengatur
volume cahaya dari lensa, berpengaruh langsung terhadap ketajaman gambar di
depan dan di belakang obyek foto. Daerah ketajaman gambar yang terekam dan
terlihat pada hasil foto dikenal dengan istilah Depth of Field (DoF).
Faktor-faktor yang merupakan penentu
DoF adalah:
- Bukaan Diaphragma : Semakin kecil bukaan diaphragm yang digunakan maka akan semakin luas ruang tajam yang dihasilkan dan sebaliknya.
- Jarak Pemotretan :Semakin jauh jarak pemotretan maka ruang tajam pada hasil foto akan semakin luas dan sebaliknya.
- Panjang Fokus Lensa : Semakin besar panjang focus lensa, semakin sempit ruang tajam dan sebaliknya. Mengenai hal ini, pembesaran gambarlah yang lebih berperan, dimana semakin jauh ia diperbesar akan semakin memperjelas perbedaan antara daerah gambar yang masih tajam dan yang tidak.
DoF Yang Berbeda (Depan)
DoF Yang Berbeda (Tengah)
DoF Yang Berbeda (Belakang)
ISO (Satuan sensitivitas sensor)
Angka ISO yang tertera di kamera
kita menunjukkan seberapa sensitif sensor kita menangkap cahaya. Semakin besar
nilai ISO, maka semakin sensor kita dipaksa untuk semakin sensitif.
Analogi sederhanaya.. jika semakin
besar ember yang kita pakai, maka semakin lama waktu yang kita perlukan untuk
memenuhi ember dengan air. Sedangkan jika embernya kecil, maka akan semakin
cepat kita memenuhi ember tersebut dengan air jika dibandingkan dengan ember
besar.
Demikian juga dengan ISO ini.. ISO
kecil identik dengan ember besar dan ISO besar identik dengan ember kecil.
Jadi, jika kita mensetting shutter dan aperture dengan nilai yang tidak
berubah, hanya mengubah-ubah nilai ISO, maka kita akan mendapati, semakin besar
ISO, semakin terang pula gambar yang kita hasilkan.
Tetapi semakin besar nilai ISO,
semakin sensor dipaksa untuk lebih sensitif terhadap cahaya, maka hasil gambar
menjadi lebih tidak halus, alias akan muncul butiran-butiran kasar yang dalam film
disebut grain, atau dalam istilah kamera digital lebih populer dengan istilah
noise. Sehingga, kebanyakan fotografer akan memilih untuk melakukan setting ISO
terakhir kali, jika masalah eksposure tidak dapat teratasi dengan midifikasi
setting shutter dan aperture. (Dari Berbagai Sumber)
Best Casino in Las Vegas (2021) - Mapyro
ReplyDeleteBest Casino in Las Vegas 강릉 출장샵 (2021). Find best 화성 출장안마 casinos in 수원 출장안마 las vegas and see current room rates, restaurants and 구미 출장샵 offers 사천 출장안마 for rent near the Strip.