Komunikasi dan Budaya
Budaya dan komunikasi memiliki hubungan timbal balik. Budaya
mempengaruhi komunikasi dan sebaliknya komunikasi mempengaruhi budaya.
Karena itulah menjelaskan keterkaitan kedua unsur ini menjadi sedikit
rumit.
Martin dan Nakayama (2003:86) menjelaskan bahwa melalui budaya dapat
mempengaruhi proses dimana seseorang mempersepsi suatu realitas. Semua
komunitas dalam semua tempat selalu memanifestasikan atau
mewujudnyatakan apa yang menjadi pandangan mereka terhadap realitas
melalui budaya. Sebaliknya pula, komunikasi membantu kita dalam
mengkreasikan realitas budaya dari suatu komunitas.
Bagaimana Budaya mempengaruhi Komunikasi?
Porter dan Samovar (1993:26) menyatakan bahwa hubungan reciprocal (timbal
balik) antara budaya dan komunikasi penting untuk dipahami bila ingin
mempelajari komunikasi antarbudaya secara mendalam. Hal ini terjadi
karena melalui budayalah orang-orang dapat belajar berkomunikasi.
Selanjutnya Porter dan Samovar kembali menegaskan, kemiripan budaya
dalam persepsi akan memungkinkan pemberian makna yang cenderung mirip
pula terhadap suatu realitas sosial atau peristiwa tertentu. Sebagaimana
kita memiliki latar belakang budaya yang berbeda-beda maka dengan
sendirinya akan mempengaruhi cara dan praktek berkomunikasi kita.
Banyak aspek/unsur dari budaya yang dapat mempengaruhi perilaku
komunikasi seseorang. Pengaruh tersebut muncul melalui suatu proses
persepsi dan pemaknaan suatu realitas.
Berikut kita akan membicarakan beberapa unsur sosial budaya sebagai
bagian dari komunikasi antarbudaya, yang dapat berpengaruh secara
langsung terhadap makna-makna yang kita bangun dalam persepsi kita
sehingga mempengaruhi perilaku komunikasi kita (Porter dan Samovar,
2003:28-32).
- Sistem kepercayaan (belief), nilai (values), dan sikap (attitude).
- Berdoa membantu menyembuhkan penyakit.
- Bersiul di malam hari mengundang setan, terutama di tempat ibadah.
- Menabrak kucing hitam akan membawa kemalangan.
- Angka 9 adalah angka keberuntungan, dll.
Dalam konteks komunikasi antar budaya, kita tidak bisa memvonis bahwa suatu kepercayaan itu salah dan benar. Bila kita ingin membangun suatu komunikasi yang memuaskan dan sukses maka kita harus menghargai kepercayaan dari lawan bicara kita yang sekalipun apa yang dipercayainya itu tidak sesuai dengan apa yang kita percayai.
Sementara nilai-nilai dijelaskan Porter dan Samovar sebagai aspek evaluatif dari sistem-sistem kepercayaan. Dimensi evaluatif dari nilai-nilai ini meliputi kualitas kemanfaatan, kebaikan, estetika, kemampuan memuaskan kebutuhan dan kesenangan.
Dalam pandangan Mulyana (2004:43), nilai merupakan kepercayaan yang relatif bertahan lama akan suatu benda, peristiwa, dan fenomena berdasarkan kriteria tertentu.
Nilai-nilai budaya tersebut kemudian dipakai oleh seseorang menjadi rujukan dalam mempersepsi apa yang baik dan apa yang buruk, apa yang benar dan yang salah, sejati dan palsu, positif dan negatif, dll. Nilai-nilai rujukan ini kemudian akan mempengaruhi perilaku komunikasi seseorang sehingga dapat membedakan atau mentaati perilaku yang mana yang harus dilakukan dan perilaku komunikasi yang seperti apa yang harus dihindari (Porter dan Samovar, 1993:29).
Nilai-nilai dalam suatu budaya tampak dalam bentuk perilaku-perilaku para anggota budaya sebagaimana dituntut atau disyaratkan oleh budaya yang bersangkutan. Misalnya, umat muslim dituntut untuk menjalankan ibadah puasa dalam bulan Ramadhan, umat katholik dituntut untuk menghadiri misa, dsb. Nilai-nilai ini disebut oleh Porter dan Samovar sebagai nilai-nilai normatif.
Selanjutnya, kepercayaan dan nilai ini berkontribusi pada pengembangan sikap. Sikap dalam pandangan Porter dan Samovar dipahami sebagai suatu kecenderungan yang diperoleh dengan cara belajar untuk merespons suatu objek atau realitas secara konsisten. Sikap tersebut dipelajari dalam suatu konteks budaya.
Kepercayaan dan nilai-nilai yang kita anut sehubungan dengan suatu objek akan mempengaruhi sikap kita terhadap objek tersebut. Misalnya, jika kita percaya bahwa mandi malam tidak baik untuk kesehatan tubuh, maka kita akan menghindari untuk mandi malam.
- Pandangan dunia (world view)
Deddy Mulyana (2004:32-4) kemudian menegaskan, pandangan dunia mempengaruhi pemaknaan suatu pesan. Sebagai salah satu unsur budaya, jelas bahwa pandangan dunia mempengaruhi komunikasi kita dengan orang lain. Dicontohkan Mulyana, karena kepercayaan seseorang yang teguh akan agamanya maka akan mendorongnya untuk bertindak hati-hati, tidak berbohong, menghina atau memfitnah orang lain, karena meyakini semua tindakan komunikasinya itu kelak harus dipertanggungjawabkan di hadapan Tuhan.
Menurut Mulyana, salah satu kategori pandangan dunia adalah agama. Hal ini terjadi karena agama lazimnya terdapat ajaran mengenai bagaimana seharusnya manusia berhubungan dengan dirinya sendiri, orang lain, alam semesta, dan Tuhan.
- Organisasi sosial (social organization)
Menurut Porter dan Samovar, ada dua institusi atau organisasi sosial yang berperanan penting dalam kaitannya dengan persepsi. Pertama keluarga, yang meskipun merupakan organisasi sosial terkecil dalam suatu budaya, ia juga mempunyai pengaruh penting. Keluarga memberi banyak pengaruh budaya kepada anak. Keluargalah yang membimbing anak dalam menggunakan bahasa untuk berkomunikasi, mulai dari cara memperoleh kata hingga dialek.
Kedua, sekolah dimana diberi tanggung jawab besar untuk mewariskan dan memelihara suatu budaya. Sekolah memelihara budaya dengan cara memberitahu murid tentang apa yang telah terjadi di dunia sekitar, apa yang penting, dan apa yang harus diketahui sebagai anggota dari suatu komunitas budaya.
Bagaimana Komunikasi mempengaruhi Budaya?
Martin dan Nakayama (2004:97-99) mengulas bagaimana komunikasi mempengaruhi budaya. Dijelaskan, bahwa budaya tidak akan bisa terbentuk tanpa komunikasi. Pola-pola komunikasi yang tentunya sesuai dengan latar belakang dan nilai-nilai budaya akan menggambarkan identitas budaya seseorang.
Contoh yang paling sederhana, Wilibrodus, seorang mahasiswa yang berasal dari Manggarai berbicang-bincang dengan Andre dari suku Rote. Dialek yang terdengar baik dari Wilibrodus maupun Andre tersebut setidaknya mencerminkan identitas budaya masing-masing. Dari dialek Manggarai yang disampaikan Wilibrodus setidaknya memberi gambaran bahwa ia adalah seorang anggota dari komunitas budaya Manggarai. Begitu pun dengan Andre.
Jadi jelaslah bahwa perilaku-perilaku komunikasi yang sudah terbangun dan terpola sedemikian rupa sehingga melahirkan suatu kharakteristik yang khas akan membentuk suatu kebiasaan/budaya komunikasi bagi suatu komunitas budaya tertentu. Singkatnya, aktivitas komunikasi dari seorang anggota budaya dapat merepresentasikan kepercayaan, nilai, sikap dan bahkan pandangan dunia dari budayanya itu. Selain itu, melalui komunikasi dapat pula memperkuat nilai-nilai dasar dan esensial suatu budaya.
Sumber:
Martin, Judith N. and Thomas K. Nakayama., 2003. Intercultural Communication in Contexts., United States: The McGraw-Hill Companies.
Mulyana, Deddy dan Jalaludin Rakhmat, 1993., Komunikasi Antarbudaya. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Mulyana, Deddy., 2004. Komunikasi Efektif, Suatu Pendekatan Lintasbudaya. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Porter, Richard E. dan Larry A. Samovar., 1993. Suatu Pendekatan terhadap KAB., dalam buku Komunikasi Antarbudaya, Penyunting: Deddy Mulyana dan Jalaludin Rakhmat., PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 1993.
0 comments:
Post a Comment